Hercules
Hercules menetap di Jakarta, dan segera merajai dunia para
jagoan. Ia menguasai Tanah Abang. Namanya pun selalu dekat dengan
kekerasan. Kekuasaan tak abadi. Pada 1996, ia tak mampu mempertahankan
kekuasaannya di pasar terbesar se – Asia Tenggara itu. Kelompoknya
dikalahkan dalam pertikaian dengan kelompok Betawi pimpinan Bang
Ucu Kambing, kini 64 tahun.
Sejak itu ia tak lagi berkuasa. Tapi namanya telanjur menjadi ikon.
Seorang perwira polisi mengatakan, setiap pergantian kepala kepolisian, Hercules
selalu dijadikan "sasaran utama pemberantasan preman".
Pada masa kejayaan Hercules, ada Yorrys Raweyai. Pada awal
1980 – an, ia bekerja menjadi penagih utang. Kekuatan pemuda asal Papua
ini ditopang Pemuda Pancasila, organisasi yang mayoritas
anggotanya anak – anak tentara. Dia menjadi ketua umum organisasi itu
pada 2000 dan melompatkan kariernya di politik. Dia kini anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar.
Yorrys Raweyai
Pemuda Pancasila juga menjual jasa pengamanan lahan,
penagihan, dan penjaga keamanan. Ordernya diterima dari perusahaan resmi
yang memiliki jaringan dengan Pemuda Pancasila. "Habis, mau kerja
apa, mereka tidak punya ijazah," Yorrys menunjuk anggota
kelompoknya. Soal cap preman, dia berkomentar enteng, "Saya anggap
koreksi saja."
Pada generasi yang sama, Lulung, bekas preman Tanah Abang,
kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Partai
Persatuan Pembangunan. Usahanya dimulai dari pengumpul sampah
kardus bekas hingga barang bekas. "Karier"-nya mencorong ketika kemudian
bermain dalam usaha pengamanan Tanah Abang.
H. Lulung
Untuk melestarikan kekuatan, Lulung memilih jalur resmi. Ia
mendirikan PT Putraja Perkasa, lalu PT Tujuh Fajar Gemilang,
dan PT Satu Komando Nusantara. Perusahaan ini disesuaikan dengan
"kompetensi inti" Lulung: jasa keamanan, perparkiran, penagihan utang. "Kami
masuk lewat tender resmi," ujarnya.
Pada 1996, ketika Hercules berhadapan dengan Bang Ucu, Lulung
memilih "berkolaborasi" dengan kelompok Timor. Alhasil, ia
dikejar – kejar teman – temannya di Betawi. Bang Ucu menyelamatkannya.
Itu sebabnya, kini Lulung rajin menyetor dana ke Ucu.
Dari Nusa Tenggara Timur ada nama Zakaria "Sabon" Kleden.
Mendarat di Betawi pada 1961, Zaka, begitu dia disapa, mengatakan
menjadi preman pertama asal daerahnya. "Dulu istilahnya geng. Ada
geng Berland, Santana, dan Legos," tuturnya.
Riwayat Zaka tak kalah berdarah. Ia mengaku sempat memutilasi
korbannya. Ia juga mengatakan telah menembak mati beberapa orang. "Saya
membela harga diri saya," ujarnya. Tapi ia mengatakan tak pernah
dinyatakan bersalah. "Saya sering ditahan, tapi tidak pernah dihukum
penjara," kata pria yang sangat dihormati kelompok preman terutama
dari daerah Nusa Tenggara Timur itu. Tiga tahun lalu, Zaka
menjalankan bisnis sekuriti, PT Sagas Putra Bangsa.
Dari eranya, Zaka menyebutkan nama ketua geng seperti Chris
Berland, Ongky Pieter, Patrick Mustamu dari Ambon, Matt
Sanger dari Manado, Jonni Sembiring dari Sumatera,
Pak Ukar dan Rozali dari Banten, Effendi Talo
dari Makassar. "Komunikasi di antara kami baik, maka jarang
bentrok berdarah," tuturnya.
Basri Sangaji
Pada awal 2000, muncul Basri Sangaji. Tapi dia terbunuh dalam
penyerangan berdarah di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan. "Bisnis"-nya
diteruskan anggota keluarga Sangaji: Jamal dan Ongen. Ongen kini
mantap dengan karier politiknya, menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah
Partai Hanura Jakarta. "Target saya ketua Dewan Pimpinan Pusat,"
ujarnya.
Menjelang 1980 – an kelompok – kelompok preman etnis juga
membentuk organisasi massa. Dimulai dari Prems, kependekan dari Preman
Sadar pimpinan Edo Mempor. Tetap saja, bisnis mereka
penagihan, perpakiran, dan jaga tanah sengketa. "Ini awal mulanya
preman berbalut ormas," kata seorang mantan serdadu yang kini jadi
preman.
Kelompok itu berdiri hingga kini. Ada Angkatan Muda Kei, Kembang
Latar, Petir, Forum Betawi Rempug, Forum Komunikasi Anak Betawi ( Forkabi
), Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten, juga Angkatan
Muda Kei.
Setelah bentrok berdarah di Ampera, nama Thalib Makarim
muncul ke permukaan. Para pesaingnya menyebut dia menyediakan
pengamanan klub hiburan malam, seperti Blowfish, DragonFly, X2,
dan Vertigo. Thalib resminya seorang pengacara. Dia pernah
mendampingi artis kakak – adik Zaskia Adya Mecca dan Tasya Nur Medina,
yang diculik oleh Novan Andre Paul Neloe. Ia juga menjadi
anggota tim pengacara pengusaha Tomy Winata, ketika menggugat majalah
Tempo pada 2005.
Thalib tercatat bekerja untuk kantor pengacara Victor B.
Laiskodat & Associates di Melawai, Jakarta Selatan. Tapi, ketika
Tempo mendatangi kantor ini, ia tak lagi bekerja di sana. "Lima
tahun lalu sudah keluar," kata Mie Gebu, staf kantor ini.
Beberapa orang yang berjanji bisa menghubungkan dia dengan Tempo juga
gagal menemukannya. Ia juga tak pernah memenuhi panggilan polisi, yang
menangani kasus Ampera.
Sumber di kalangan preman menyebutkan, Thalib merupakan pengganti Basri
Sangaji. Ia menguasai tempat – tempat hiburan elite di Jakarta
Selatan. "Termasuk lingkungan pasar Blok M – Melawai," katanya.
John Kei
Adapun kelompok John Kei, menurut salah satu pentolannya, Agrafinus,
berfokus pada jasa penagihan dan pengacara. Kelompok ini tidak masuk ke
bisnis pengamanan tempat hiburan, perparkiran, ataupun pembebasan
tanah. "Level kami bukan kelas recehan seperti itu," katanya.
Sebab itulah, Daud Kei membantah tuduhan pertikaian di Blowfish
dan Ampera dilatari perebutan lahan bisnis. "Kami etnis Maluku tidak
ada bisnis penjagaan tempat hiburan," dia menegaskan.
Namun, menurut seorang preman senior, pertikaian antarkelompok
separah itu umumnya karena berebut suplai atau meminta jatah. Sebab,
perputaran uang di tempat – tempat dugem ( dunia gemerlap ) itu luar
biasa besar. "Bayangin aja, dari suplai tisu, snack, minuman, sampai
narkoba ada," tuturnya.
Berbeda dengan John Kei, Umar Kei meluaskan bisnisnya ke
pembebasan tanah, termasuk penjagaannya. Di lahan ini juga bermain Forum
Betawi Rempug dan Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten.
Adapun perparkiran umumnya dipegang ormas lokal Betawi atau Banten,
contohnya Haji Lulung.
Dari semua bisnis yang dilakoni kelompok etnis itu, sumber
menuturkan, penghasilan terbesar ada di proyek pembebasan tanah. "Nilainya
setara dengan uang jajan setahun," katanya. Mereka biasa menyebut
penghasilan ini sebagai "jatah preman", yang dipelesetkan menjadi
"jatah reman". Di tingkat kedua, penjagaan tempat hiburan malam.
Kali ini jatahnya dipakai untuk "uang jajan sebulan". Sedangkan
bisnis perpakiran menghasilkan jatah reman berupa "uang jajan harian".
Tak mengherankan bila dunia para jagoan ini sering diwarnai
pertikaian, bahkan sampai berdarah – darah
About Metro UI Theme
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit...
0 komentar:
Posting Komentar