Slider 1 mini Slider 2 mini

Minggu, 03 Juni 2012

Filled under:

Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar, ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan terlebih dahulu untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi dan belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.

Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.

Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.

Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.



 2.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

1.   Faktor dari dalam diri siswa (intern)

Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (1995 : 54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
a.    Faktor Jasmani

Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.

1.  Faktor kesehatan

Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan kelainan alat inderanya.
2.    Cacat tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat ini berupa buta, setengah buta, tulis, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain (Slameto, 2003 : 55).
b.  Faktor psikologis

Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan.

1.    Intelegensi
Slameto (2003: 56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

2.    Perhatian
Menurut al-Ghazali dalam Slameto (2003 : 56) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal atau sekumpulan obyek.

Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya.

3.    Bakat
Menurut Hilgard dalam Slameto (2003 : 57) bahwa bakat adalah the capacity to learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih. Kemudian menurut Muhibbin (2003 : 136) bahwa bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

4.    Minat
Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996 : 214) bahwa minat adalah menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, wawasan akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau pencapaian prestasi belajar siswa yang seoptimal mungkin karena siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu pelajaran akan mempelajari dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.

5.    Motivasi
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.


6.    Kematangan
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa kematangan adalah sesuatu tingkah atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru.

Berdasarkan pendapat di atas, maka kematangan adalah suatu organ atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri makhluk telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing kematang itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.

7.    Kesiapan  
Kesiapan menurut James Drever seperti yang dikutip oleh Slameto (2003 : 59) adalah preparedes to respon or react, artinya kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi.

Jadi, dari pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa kesiapan siswa dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.


c.  Faktor kelelahan
Ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto (1995:59) sebagai berikut:

“Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena ada substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai dengan minat dan perhatian”.

Dari uraian di atas maka kelelahan jasmani dan rohani dapat mempengaruhi prestasi belajar dan agar siswa belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya seperti lemah lunglainya tubuh. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan rohani seperti memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa tidak sesuai dengan minat dan perhatian. Ini semua besar sekali pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Agar siswa selaku pelajar dengan baik harus tidak terjadi kelelahan fisik dan psikis.


2.   Faktor yang berasal dari luar (faktor  ekstern)

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 1995 : 60).


a.    Faktor keluarga

Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.

1.    Cara orang tua mendidik

Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, hal ini dipertegas oleh Wirowidjojo dalam Slameto (2003 : 60) mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan negara.

Dari pendapat di atas dapat dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya. 

2.    Relasi antar anggota keluarga
Menurut Slameto (2003 : 60) bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan sebagainya.
3.    Keadaan keluarga
Menurut Hamalik (2002 : 160) mengemukakan bahwa keadaan keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa keadaan keluarga dapa mempengaruhi prestasi belajar anak sehingga faktor inilah yang memberikan pengalaman kepada anak untuk dapat menimbulkan prestasi, minat, sikap dan pemahamannya sehingga proses belajar yang dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya.
4.    Pengertian orang tua

Menurut Slameto (2003 : 64) bahwa anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya sedapat mungkin untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya.
5.    Keadaan ekonomi keluarga
Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan sebagainya.
6.    Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar (Roestiyah, 1989:  156). Oleh karena itu perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.
7.   Suasana rumah

Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi belajar, hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003 : 63) yang mengemukakan bahwa suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar.

Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan anak bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya belajarnya kacau serta prestasinya rendah.
b.    Faktor sekolah

Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, ala-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan, yaitu :

1.    Guru dan cara mengajar
Menurut Purwanto (2004 : 104) faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya turut menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Djamarah  (2006 : 39) mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses , yaitu  proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.

Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menhidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Dengan demikian cara mengajar guru harus efektif dan dimengerti oleh anak didiknya, baik dalam menggunakan model, tehnik ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak didiknya dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan konsep yang diajarkan berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar
Model atau metode pembelajaran sangat penting dan berpengaruh sekali terhadap prestasi belajar siswa, terutama pada pelajaran matematika. Dalam hal ini model atau metode pembelajaran yang  digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaran saja, akan tetapi harus bervariasi yang disesuaikan dengan konsep yang diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan siswa, terutama pada guru matematika. Dimana guru matematika harus bisa menilih dan menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran. Adapun model-model pembelajaran itu, misalnya : model pembelajaran kooperatif, pembelajaran kontekstual, realistik matematika problem solving dan lain sebagainya.

Dalam hal ini, model yang diterapkan adalah model kooperatif tipe STAD, dimana model atau metode ini berpengaruh terhadap proses belajar siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

3.    Alat-alat pelajaran
Untuk dapat hasil yang sempurna dalam belajar, alat-alat belajar adalah suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya perpustakaan, laboratorium, dan sebagaianya.
Menurut Purwanto (2004 : 105) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak.

4.    Kurikulum
Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa kurikulum yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik terhadap proses belajar maupun prestasi belajar siswa.
5.    Waktu sekolah
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2003 : 68).

6.    Interaksi guru dan murid
Menurut Roestiyah (1989 : 151) bahwa guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar. Oleh karena itu, siswa merasa jenuh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif di dalam belajar.


7.    Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar (Slameto, 2003 : 67). Kedisiplinan sekolah ini misalnya mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan pelaksanaan tata tertib, kedisiplinan pengawas atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain.

8.    Media pendidikan
Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belaajr anak dalam jumlah yang besar pula (Roestiyah, 1989 : 152). Media pendidikan ini misalnya seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media lainnya yang dapat mendukung tercapainya prestasi belajar dengan baik.


c.    Faktor Lingkungan Masyarakat
 
Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan keluarganya.

1.    Kegiatan siswa dalam masyarakat
Menurut Slameto (2003 : 70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
2.    Teman Bergaul

Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.  

Menurut Slameto (2003 : 73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana.
3.    Cara Hidup Lingkungan

Cara hidup tetangga disekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah, 1989 : 155). Hal ini misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.
Faktor eksternal ini dapat menimbulkan pengaruh positif antara lain dilihat dari 
1.    Ekonomi keluarga menurut Slameto (1993 : 63), bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain. Juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.

2.    Guru dan cara mengajar
Guru dan cara mengajar merupakan faktor yang penting bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu menyampaikan pengatahuan itu kepada anak-anak didiknya. Ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa karena guru yang berpengetahuan tinggi dan cara mengajar yang bagus akan memperlancar proses belajar mengajar sehingga siswa dengan mudah menerima pengetahuan yang disampaikan oleh gurunya.

3.    Interaksi guru dan murid
Interaksi guru dan murid dapat mempengaruhi juga dengan prestasi belajar, karena interaksi yang lancar akan membuat siswa itu tidak merasa segan berpartisipasi secara aktif di dalam proses belajar mengajar.


4.    Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegaiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan lain-lain.


5.    Teman bergaul
Anak perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan sosialisainya karena siswa dapat belajar dengan baik apabila teman bergaulnya baik tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya.


6.    Cara hidup lingkungan
Cara hidup tetangga di sekitar rumah besar pengaruhnya pada pertumbuhan anak (Roestiyah 1989 : 155). Hal ini misalnya anak yang tinggal di lingkungan orang-orang  yang rajin belajar otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin belajar tanpa disuruh.

Faktor eksternal yang dapat menimbulkan pengaruh negatif bagi prestasi anak adalah:

a.    Cara mendidik

Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah anaknya sekolah akan menjadi anak yang kurang bertanggung jawab dan takut menghadapi tantangan atau kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anaknya secara keras maka anak tersebut manjadi penakut dan tidak percaya diri.


b.    Interaksi guru dan murid

Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intern menyebabkan proses balajar mengajar menjadi kurang lancar juga anak merasa jauh dari guru maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajarnya. Guru yang mengajar bukan pada keahliannya, serta sekolah yang memiliki fasilitas dan sarana yang kurang memadai maka bisa menyebabkan prestasi belajarnya rendah.


Daftar Pustaka

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Nurkencana. 2005. Evaluasi Hasil Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 
 
 
sumber : http://www.sarjanaku.com/2011/02/prestasibelajar.html

Posted By Pandu Novialdi13.02
Filled under:

MOTIVASI



Teori-teori tersebut telah dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Dalam suatu kesempatan, Murrell (dalam Zainal, 1984) telah menjabarkan dalam tiga teori, yaitu :
1)      Teori-teori kebutuhan dan dorongan, seperti yang dikemukakan oleh Maslow;
2)      Teori Gestalt yang menekankan pada persepsi, seperti yang dikemukakan oleh Patterson;
3)      Teori harapan yang menekankan pada kemampuan, seperti yang dikemukakan oleh Vroom.
Tetapi secara umum ada tiga kelompok teori motivasi yang selalu dihubungkan dengan tindakan kerja, yaitu teori-teori :
1)      Kebutuhan (needs);
2)      Harapan (Expectancy);
3)      Keadilan (equality).
Yang termasuk kelompok teori mtoivasi isi adalah teori-teori kebutuhan-kebutuhan, sedangkan teori harapan dan keadilan termasuk dalam teori motivasi proses.
A.     Teori Motivasi Isi (Content Theories of Motivation)
Menurut Mullins (1993) ada empat teori motivasi (kebutuhan) yang tergolong dalam kelompok teori-teori dalam kelompok teori-teori motivasi isi (Content theories of motivation), yaitu :
1)      Teori Hierarchy of Needs theory) oleh Abraham Maslow;
2)      Teori ERG (Existence, Relatednees, Growth-keberadaan, relasi dam pertumbuhan) oleh Clayton Alderfer.
Akhirnya, Teori Dua Factor (Two Factor Theory) oleh Herzberg dan teori Motivasi Berprestasi (Achievement Motivation) oleh David McClelland. Menurut Hicks & Gullet (1975) teori Maslow dan Alderfer serta McClelland itu sebagai gambaran motivasi internal, sedangkan teori Herzberg, teori harapan dan Keadilan merupakan teori motivasi eksternal.
1.       Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Seperti yang kita pahami bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda. Maslow (1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang kan dicapai menurut tingkat kepentingannya sebagai berikut :
a)      Kebutuhan fisiologi;
b)      Kebutuhan keamanan;
c)       Kebutuhan social dan kasih saying;
d)      Kebutuhan harga diri;
e)      Kebutuhan aktualisasi diri.
Teori Hierarki kebutuhan Maslow bahwa individu yang bekerja mempunyai tahap kebutuhan dasar yang akan dicapai dalam pekerjaannya. Tahap kebutuhan itu adalah fisiologis, keamanan dan kasih saying, social afiliasi, serta harga diri dan aktualisasi diri atau perwujudan diri. Ada beberapa contoh yang memberikan penjelasan terhadap kelima tingkat kebutuhan dasar tersebut.
a.       Kebutuhan Fisiologi (Pysiological Needs)
Merupakan kebutuhan tingkat pertama, yang paling rendah yang harus dipenuhi dan dipuaskan oleh karyawan sebelum dirinya mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Kebutuhan ini terdiri atas makan, minum, pernapasan, dan lain-lain kebutuhan yang bersifat seperti tidur dan seks. Setelah kebutuhan ini terpenuhi barulah muncul keinginan berikutnya, yaitu keamanan.
Contohnya, secara umum karyawan terlebih dahulu menginginkan pekerjaan yang memberikan gaji yang memadai untuk memuaskan kebutuhannya sebelum dirinya menginginkan kebutuhan akan keamanan untuk mencapai prestasi kerja.
b.      Kebutuhan Keamanan (Safety Needs)
Merupakan kebutuhan tingkat kedua yang harus dipenuhi setelah kebutuhan tingkat pertama dipenuhi dan dipuaskan. Kebutuhan-kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan keamanan adalah kestabilan, ketergantungan, bebas dari rasa takut dan ancaman. Termasuk juga kebutuhan dalam mengikuti peraturan secara structural, peraturan dan tata tertib, undang-undang dan batasan-batasan tertentu, dan sebagainya. Contoh, setiap karyawan selain dirinya ingin memperoleh gaji yang memuaskan dalam bekerja, maka ia juga membutuhkan pekerjaan yang dapat member keamanan dan keselamatan diri serta bebas dari ancaman agar dirinya dapat bekerja lebih berprestasi.
c.       Kebutuhan Sosial (Social and Belongingness Needs)
Merupakan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan merasa sangat kesepian dan terisolasi dari pergaulan. Individu akan membutuhkan teman dan perhatian dari seseorang. Contohnya, setiap karyawan selain menginginkan pekerjaan yang aman dan selamat, dirinya juga ingin dapat berinteraksi dengan orang lain dan mau dirinya untuk dikasihi dan diterima oleh orang lain agar tidak merasa kesepian sehingga dia dapat berprestasi dalam bekerja. Ketiga kebutuna di atas merupakan kebutuhan tingkat rendah (lower level needs). Dua kebutuhan berikutnya ialah kebutuhan peringkat tinggi (higher level needs).
d.      Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)
Kebutuhan harga diri dapat di bagi menjadi dua kategori, yaitu :
1)      Kebutuhan terhadap kekuasaan, berprestasi, pemenuhan diri, kekuatan dan kemampuan untuk member keyakinan, dan kehidupan serta kebebasan.
2)      Kebutuhan terhadap nama baik (reputation) atau prestase, status, keberhasilan, pengakuan, perhatian dan penghargaan. Pemuasan kebutuhan  terhadap harga diri akan membawa kepada keyakinan diri, kekuatan, kemampuan dan pemenuhan diri. Contohnya, setiap karyawan umumnya mempunyai harapan untuk dapat mencapai kebebasan diri dan harga dirinya telah dipuaskan untuk mencapai prestasi kerja.
e.      Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)
Merupakan kebutuhan tingkat kelima yang paling tinggi bagi karyawan yang juga ingin dipenuhi dan dipuaskannya. Pada peringkat ini setiap individu dalam memenuhi kebutuhan ini sangat berbeda satu sama lain. Masing-masing ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang unik. Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara memuaskan. Pada dasarnya kebutuhan ini bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai sesuatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi diri.
Sementara itu, Maslow (1970) menyatakan bahwa kebutuhan aktualisasi diri ini sebagai “this tendency might be pharased as the desire to become more and more what one idiosyncratically is become everything that one is capable of becoming.” Contohnya, Karyawan yang mempunyai jabatan setara dengan manajemen biasanya cenderung menginginkan pekerjaan yang dapat memberikan kesempatan untuk dapat mewujudkan dan meningkatkan potensi diri, kenaikan tingkat dalam mencapai prestasi setelah kebutuhan penghargaan diri sebagai kebutuhan tingkat keempat telah dipuaskan.
Kelima kelompok dalam teori Maslow ini adalah dibutuhkan oleh manusia sepanjang kehidupannya, hanya pada suatu saat kebutuhan akan lebih diutamakan dari kebutuhan lain menurut susunan masing-masing. Jadi kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah bertumpang tindih satu sama lain.
Oleh karena karyawan sebagai manusia berkenan untuk menyesuaikan usaha untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya berdasarkan hierarki prioritas semula, yaitu tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Contohnya jika kerja keras walaupun dalam pekerjaannya itu harus menanggung resiko yang akan mengancam keamanan dirinya. Sehingga untuk mencapai prestasi kerja yang memuaskan dia harus menghadapi segala resiko atau ancaman yang menganggu keamanan dan keselamatan dirinya dalam bekerja.
Namun demikian, teori motivasi yang dikemukakan oleh Maslow ini seseungguhnya mempunyai kelemahan karena tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi menurut tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi berikutnya. Contohnya, jika seorang karyawan ingin memenuhi kebutuhan rasa aman yang menjadi prioritas bagi dirinya karena situasi kerjanya yang tidak kondusif, maka ia akan memenuhi kebutuhan rasa aman lebih dahulu daripada ia mendapat gaji yang tinggi tetapi banyak ancaman, yang membuat dirinya tidak nyaman dalam bekerja.
2.       Teori Kebutuhan ERG Alderfer
Teori E. R. G. oleh Alderfer pula (Landy & Trumbo, 1976) menyesuaikan dan melakukan modifikasi dari lima tingkat teori hierarki kebutuhan Maslow hanya pada tiga kebutuhan saja yaitu :
1)      Kebutuhan keberadaan (existence);
2)      Kebutuhan hubungan relasi (relatedness);
3)      Kebutuhan pertumbuhan (growth).
Pada dasarnya teori E. R. G ini meringkas teori kebutuhan Maslow tersebut sebagai berikut :
Kebutuhan eksistensi dalam teori E. R. G adalah meliputi kedua kebutuhan fisiologis dan keamanan di dalam teori Maslow. Selanjutnya kebutuhan relasi sama dengan social dan kasih saying. Akhirnya, kebutuhan pertumbuhan mencakup kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri dan aktualisasi diri dalam teori Maslow.
a.       Kebutuhan Keberadaan (existence)
Kebutuhan keberadaan meliputi berbagai macam tingkat dorongan yang berkaitan dengan kebutuhan materi dan fisik. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi gaji, keuntungan, dan keselamatan secara fisik. Kategori kebutuhan tersebut mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan materi bagi diri individu itu sendiri. Jika kebutuhan materi ini tidak terpenuhi individu mempunyai kecenderungan untuk bersaing dengan individu yang lain. Persaingan itu terjadi bila sumber yang diiginkan terbatas dan dalam persaingan tersebut sering kali dpat mengecewakan individu yang lainnya. Kebutuhan tersebut akan tercapai oleh individu dengan segala macam cara jika memang diperlukan untuk dipuaskan. Contohnya, seseorang karyawan yang ingin mendapat bonus tinggi, maka ia berusaha untuk dapat mencapai keinginannya tersebut walaupun kadang-kadang terjadi persaingan yang dapat membuat rekan kerjanya tidak puas dan merasa kecewa.
b.      Kebutuhan Relasi (relatedness)
Kebutuhan relasi merupakan kebutuhan untuk mengadakan hubungan dan sosialisasi dengan orang lain. Dalam membina hubungan tersebut individu mengharapkan memperoleh pemahaman dan pengertian dari orang lain yang ada sekitarnya seperti suami, istri, anak, orang tua, tetangga, teman, sahabat, dan pacar. Jika diakitkan dengan organisasi, maka individu akan berusaha untuk dapat membina hubungan dengan orang-orang di lingkungan kerjanya seperti teman kerja (kolega), atasan dan bawahan. Kebutuhan hubungan dengan orang lain di dalam organisasi ini tidak akan terpenuhi jika belum tercipta adanya kerja sama dan saling member dukungan satu sama lain dalam usaha mencapai prestasi kerja yang diinginkan.
c.       Kebutuhan Pertumbuhan (Growth)
Kebutuhan pertumbuhan ini, mengacu pada bentuk kebutuhan yang mendorong individu untuk menjadi orang yang kreatif dan produktif serta berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi dirinya maupun lingkungan dimana dia berada. Keputusan akan pemenuhan hidup ini akan timbul jika individu dapat menyelesaikan masalah-masalah dan memuaskan keinginannya untuk dapat mengembangkan potensi diri dan tumbuh secara optimal dalam kehidupan, seperti dalam keluarga, dan di tempat kerjanya misalnya memperoleh kesempatan untuk mengembangkan karier atau meningkatkan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan keahliannya.
Teori E. R. G menjelaskan bahwa manusia bekerja memenuhi kebutuhan keberadaan (eksistensi), hubungan relasi dan pertumbuhan terletak berdasarkan urutan kekonkretannya. Semakin konkret kebutuhan yang rendah dicapai, maka semakin mudah seorang karyawan untuk mencapainya. Kebutuhan yang konkret menurut Alderfer adalah kebutuhan keberadaan yang paling mudah, kemudian kebutuhan hubungan relasi dengan orang lain untuk dipenuhi dalam mencapai prestasi kerja sebelum seseorang mencapai kebutuhan yang lebih kompleks dan yang paling kurang konret (abstrak), yaitu kebutuhan pertumbuhan.
Paling tidak dua alas an yang mendasar dalam teori ini, yaitu :
1)      Makin sempurna suatu kebutuhan yang paling konkret dicapai, maka semakin besar kebutuhan yang kurang konkret (abstrak) dipenuhi.
2)      Makin kurang sempurna kebutuhan dicapai, maka semakin besar keinginan untuk mematuhi kebutuhannya agar mendapat kepuasan.
Teori Alderfer merupakan penyesuaian dari teori Maslow yang menyatakan bahwa ada tiga proses yang diumpamakan dapat terlibat dalam usaha mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu :
a)      Proses pemuasan-progresif (fulfillment-progression);
Pada dasarnya penjelasan tentang Fullfilment-progression sama dengan proses hierarki kebutuhan Maslow yang dikemukakan. Oleh sebab itu atas dasar perumpamaan yang mengatakan bahwa jika individu memuaskan kebutuhan yang lebih konkret, maka tenaga (energy) yang dapat disiapkan untuk memperoleh aspek-aspek kebutuhan yang kurang konkret, sifatnya lebih personal dan sulit dipastikan. Misalnya jika individu telah dipuaskan oleh kebutuhan keberadaan (existence), maka tenaga yang disiapkan kurang dapat digunakan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan bersifat materi dan keamanan dan keselamatan.
b)      Kekecewaan kemunduran (Frustration-regression);
Proses ini adalah kebaikan dari proses yang pertama. Menurut proses ini individu diumpamakan sebagai orang yang cenderung untuk memenuhi kebutuhan yang lebih konkret jika dirinya tidak dapat memenuhi kebutuhan yang abstrak. Kebutuhan keberadaan (existence) akan lebih diinginkan seandainya kebutuhan relasi dengan orang lain (relatedness) tidak dapat dipuaskan. Hal ini karena lebih mudah atau lebih konkret untuk dapat memenuhi kebutuhan survival daripada harus membina hubungan dengan orang lain.
Selanjutnya individu juga akan mengulang kembali kebutuhan relasi dengan orang lain (relatedness) jika dirinya tidak mendapat kepuasan dari kebutuhan pertumbuhan (growth). Hal ini adalah lebih mudah dicapai untuk memperoleh dukungan dan bantuan daripada mengembangkan kemampuan diri sendiri. Singkatnya proses ini dapat mengakibatkan seseorang individu melakukan pengunduran diri untuk memperoleh kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah jika kebutuhan tingkat tinggi tidak dapat dipuaskan.
c)       Kepuasan-kekuatan (satisfaction-strengthening) (Alderfer, 1969).
Ada kecenderungan bahwa individu akan mengarahkan tenaganya pada kebutuhan-kebutuhan yang telah berhasil dipasukan. Misalnya, jika kebutuhan growth dipuaskan, maka individu juga akan terus menginginkan atau mempunyai keinginan yang lebih tinggi.
Ketiga proses tersebut akan terjadi secara selaras. Karena ada kecenderungan bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda dan kebutuhan-kebutuhan tersebut tergantung pada sejauh mana dirinya berhasil memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Proses tersebut dapat ditunjukkan seperti dalam tujuh pertanyaan sebagai :
1)      Kebutuhan existence kurang terpuaskan oleh individu, maka dirinya cenderung akan mengingunkannya terus;
2)      Kebutuhan relatedness kurang terpuaskan oleh individu, maka dirinya cenderung akan menginginkan kebutuhan existence;
3)      Kebutuhan existence lebih terpuaskan oleh individu, maka dirinya cenderung akan lebih menginginkan kebutuhan relatedness;
4)      Kebutuhan relatedness kurang terpuaskan oleh inidividu, maka dirinya cenderung akan menginginkan terus;
5)      Kebutuhan growth kurang terpuaskan oleh individu, maka dirinya cenderung akan lebih menginginkan kebutuhan relatedness;
6)      Kebutuhan relatedness lebih terpuaskan oleh individu, maka dirinya cenderung akan lebih menginginkan kebutuhan growth;
7)      Kebutuhan growth lebih terpuaskan oleh individu, maka dirinya akan lebih menginginkannya terus.
Teori E. R. G merupakan teori yang sangat sesuai dengan pihak manajemen dalam rangka mempersiapkan berbagai alternative strategi untuk memberi motivasi kerja karyawan. Jika organisasi kurang mempunyai kemampuan dalam menyediakan atau peluang pertumbuhan bagi diri setiap karyawan, maka pihak manajemen masih mempunyai alternative lain dalam memberikan motivasi bagi setiap karyawannya, misalnya melalui pemberian penghargaan berupa kesempatan libur di luar negeri, pemberian bonus atau tunjangan-tunjangan kesejahteraan lain seperti fasilitas mobil, rumah ataupun cendera mata yang sesuai dengan prestasi kerja masing-masing. Hal ini didukung oleh anggapan dasar teori E. R. G yang mengatakan bahwa jika tingkat tertinggi tidak terpuaskan atau terhalang, maka tenaga (energy) dapat dialihkan pada tingkat kebutuhan yang lebih rendah (Landy, 1985).
Pada dasarnya, teori Hierarki kebutuhan Maslow dan teori E. R. G, merupakan refleksi dari beberapa kebutuhan individu untuk mencapai motivasi kerja baik yang bersifat proaktif maupun reaktif dalam mencapai prestasi kerja. Contohnya, jika seorang karyawan mempunyai kebutuhan untuk meningkatkan motivasi kerja, maka dia akan mencoba untuk memenuhi kebutuhannya yang tinggi. Namun jika kebutuhannya tidak tercapai maka dia akan mengalihkan perhatian untuk memenuhi motivasi kerjanya pada tingkat yang lebih rendah dalam kaitannya mencapai prestasi kerja yang diinginkan.
3.       Teori Kebutuhan Dua Faktor Herzberg
Selanjutnya Herzberg juga menggolongkan kebutuhan-kebutuhan dalam dua factor saja, yaitu factor motivator dan kesehatan. Oleh karena itu, teori Herzberg ini dikenal juga sebagai Teori Dua Faktor (Motivator-hygiene). Kebutuhan-kebutuhan tersebut dibagi menjadi dua yaitu :
1)      Motivator
a)      Pekerjaan itu sendiri;
b)      Prestasi;
c)       Kemungkinan pertumbuhan;
d)      Tanggung jawab;
e)      Kemajuan;
f)       Pengakuan;
g)      Status.
Dalam konteks pekerjaan factor motivatorlah yang akan member kepuasan kerja sekitarnya kebutuhan-kebutuhan dalam factor tersebut dipahami. Jika tidak dipenuhi tidaklah juga menyebabkan individu mengalami ketidakpuasan kerja, tetapi hanya pada tingkat netral saja.
2)      Hygiene
Sebaliknya kebutuhan-kebutuhan yang termasuk dalam factor kesehatan (hygiene) juga adalah :
a)      Hubungan dengan penyelia;
b)      Hubungan antar kolega;
c)       Hubungan dengan bawahan;
d)      Kualitas penyelia;
e)      Kebijakan perusahaan dan administrasi;
f)       Keamanan kerja;
g)      Kondisi-kondisi kerja;
h)      Gaji.
Jika kebutuhan-kebutuhan di dalam factor kesehatan tersebut tidak dipenuhi tidak dapat member individu mengalami kepuasan kerja tetapi hanya pada tingkat netral.
4.       Teori Kebutuhan Berprestasi McClelland
McClelland (1970, 1975) mengelompokkan motivasi berprestasi terhadap tiga dimensi, yaitu motif kekuasaan, motif afiliasi, dan motif berprestasi. Ketiga motif tersebut dalam operasionalnya tergantung pada situasi yang mendukung pada masa tertentu dalam suatu organisasi di mana manajer, supervisor, maupun karyawan berusaha memenuhi kebutuhan mereka untuk mencapai prestasi kerja.
Dalam teori ini McClelland mengemukakan 3 motif, yaitu :
1)      Motif Kekuasaan.
Bagi motif kekuasaan misalnya, supervisor secara umum terpaksa menggunakan paling tidak kekuasaannya terhadap para karyawan yang mempunyai prestasi kerja yang kurang baik.
Dalam konteks organisasi, motif kekuasaan dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu positif dan negative. Motif kekuasaan berbentuk negative dapat tercermin dari keinginan individu untuk mempengaruhi dan menguasasi orang lain demi kepentingan pribadinya. Keadaan semacam ini dapat menyebabkan berbagai masalah dalam organisasi, khususnya masalah yang berhubungan dengan afiliasi, yaitu hubungan antara individu atau individu dengan kelompoknya. Hal tersebut dijelaskan oleh Ghiselli, Harrel dan Harrel (Schein, 1980). Sebaliknya juga motif kekuasaan berbentuk positif lebih memainkan peran penting dalam meningkatkan sebuah organisasi. McClelland (1970) mengatakan bahwa seorang manajer yang memegang tanggung jawab pengadministrasian sebuah organisasi mau tidak  terpaksa menggunakan kekuasaannya terhadap karyawan karyawan yang prestasinya kurang baik. Dalam keadaan demikian, sering kali manajer terpaksa memotivasi dan mengarahkan karyawan-karyawannya agar mereka menunjukkan prestasi kerja yang baik sehingga mencapai tujuan organisasi.
2)      Motif afiliasi
Misalnya, sebagaian supervisor berubah untuk dapat meningkatkan kerja sama dengan bawahannya dalam mencapai kerja yang diinginkan bersama.
Menurut Boyatzis (1972) dalam motif afiliasi ditemukan dua bentuk, yaitu :
a)      Motif jaminan afiliatif (affiliative assurance)
Boyatzis mengatakan bahwa individu yang mempunyai motif jaminan afiliatif yang tinggi selalu akan mengantisipasi perasaan dan pandangan orang-orang yang ada dibawahnya baik terhadap diri sendiri maupun tugasnya. Dia akan mencoba mendapatkan penerimaan dan persetujuan dari karyawan-karyawan yang ada dibawahnya. Oleh karena itu, manajer demikian akan meletakkan kegembiraan bawahan mereka sebagai  hal yang paling penting. Dia akan juga merasa tidak senang memberi umpan balik negative terhadap bawahan mereka masing-masing. Sikap semacam ini menimbulkan harapan bahwa manajer tidak ingin menciptakan situasi konflik di antara atasan dan bawahan.
b)      Motif minat (affiliative interest)
Maka dirinya akan mengharapkan bahwa sebagai bawahan dapat juga merasakan adanya peluang memperoleh bagian dari tercapainya tujuan organisasi. Misalnya, organisasi akan mengalami keuntungan yang cukup besar karena dukungan dari para karyawannya untuk bekerja lebih berprestasi dan produktif. Jadi organisasi juga akan memberikan bagian yang menjadi haknya seperti adanya gaji tambahan, peluang untuk memperoleh tiket ke luar negeri, dan sebagainya. Motif ini sebenarnya mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan hubungan interpersonal antara manajer dengan karyawan dalam konteks keseluruhan organisasi. Dengan hubungan kerja sama antara manajer dan para karyawannya akan tercipta dalam suasana yang penuh dengan kehangatan dan kondusif dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.
3)      Bagi motif berprestasi misalnya, pada umumnya supervisor mempunyai keinginan memperoleh kesempatan untuk dapat mencapai kenaikan tingkat atau meningkatkan karier untuk mencapai prestasi kerja.
 
sumber : http://www.justelsa.com/2010/05/teori-motivasi-david-c-mcclelland.html

Posted By Pandu Novialdi12.55

Teori Motivasi McClelland & Teori Dua Faktor Hezberg

Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapi. Menurut Robbins (2001:166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual.
Sedangkan menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004:36) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Dari pengertian ini, jelaslah bahwa dengan memberikan motivasi yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, maka kepentingan-kepentingan pribadinya akan terpelihara pula.
Sunarti (2003:22) menyatakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi yaitu perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik lingkungan kerja. Dalam rangka mendorong tercapainya produktivitas kerja yang optimal maka seorang manajer harus dapat mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor tersebut dan hubungannya terhadap perilaku individu. Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi.
Soleh Purnomo (2004:37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu
  1. kemungkinan untuk berkembang,
  2. jenis pekerjaan, dan
  3. apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagi dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.
Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi. Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan

Sekilas David McClelland
David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat gelar doktor dalam psikologi di Yale pada 1941 dan menjadi profesor di Universitas Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada pencapaian motivasi. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi penilaian dan tes. Ide nya telah diadopsi secara luas di berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg.
David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:
1. Motivasi untuk berprestasi (n-ACH)
2. Motivasi untuk berkuasa (n-pow)
3. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil)
Model Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland
David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.
Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
A. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

Need For achievment.
Ada beberapa orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Ciri-ciri :
Ø Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
Ø Mencari feedback tentang perbuatannya.
Ø Memilih resiko yang sedang di dalam perbuatannya.
Ø Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
B. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

Need for power.
Adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, intuk mempengaruhi orang lain dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.
Ciri-ciri :
Ø Menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan.
Ø Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi dimanapun dia berada.
Ø Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise.
Ø Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organiasi. 


C. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:
  1. Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
  2. Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
  3. Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual). 
 Need for affiliation.
Kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam kehidupannya atau hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini akan mengarahkan tingkah laku individu untuk melekukan hubungan yang akrab dengan orang lain. Orang-orang dengan need affiliation yang tinggi ialah orang yang berusaha mendapatkan persahabatan.
Ciri-ciri :
Ø Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya daripada segi tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.
Ø Melakukan pekerjaannya lebih efektif apbila bekerjasama dengan orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.
Ø Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
Ø Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.
Ø Selalu berusaha menghindari konflik.
    Penelitian David Mcclelland
    Penelitian McClelland terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain.
    Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan (McClelland, 1961 dalam Suyanto, 1987) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil.
    Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan bahwa seorang wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat keputusan dalam keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko yang moderat, tidak terlalu tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif (Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa dalam keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada prestasi – dibanding pekerjaan lain.
    Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa bekerja dalam waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan lama waktu yang penting, namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang. Bagi individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan.
    Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misal laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.
    Sekilas Frederick Herzberg
    Frederick Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli psikolog klinis dan dianggap sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang manajemen dan teori motivasi. Frederick I Herzberg dilahirkan di Massachusetts pada 18 April 1923. Sejak sarjana telah bekerja di City College of New York. Lalu tahun 1972, menjadi Profesor Manajemen di Universitas Utah College of Business. Hezberg meninggal di Salt Lake City, 18 Januari 2000.
    Teori Dua Faktor Hezberg
    Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
    Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).
    Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :
    a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.
    b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.
    c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
    Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
    a. Maintenance Factors
    Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
    b. Motivation Factors
    Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
    Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi
    Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :
    a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.
    b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.
    Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:
    Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.
    Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.
    Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
    Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.
    Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
    Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).
    Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).
    Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
    Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
    Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

    sumber : http://fred1607.wordpress.com/2009/12/15/teori-motivasi-mcclelland-teori-dua-faktor-hezberg/

    Posted By Pandu Novialdi12.46